23
JUN
2020
kumparan.com
Persiapan Pembelajaran Era New Normal
Pemerintah telah mengumumkan skema kegiatan belajar-mengajar selama penerapan new normal. Menurut Mendikbud Nadiem Makarim, hanya sekolah di zona hijau saja yang diperbolehkan menggelar kegiatan belajar-mengajar tatap muka, itu pun dengan protokol kesehatan yang ketat. Nadiem menuturkan, saat ini hanya sekitar 6 persen saja peserta didik yang berada di daerah zona hijau. Sedangkan 94 persen lainnya tersebar di zona merah, oranye, dan kuning. Selain itu, sekolah yang akan dibuka juga bertahap. Mulai dari tingkat SMP-SMA sederajat dan disusul oleh tingkat SD-sederajat dua bulan kemudian, dan tingkat PAUD-sederajat empat bulan kemudian.
"Kenapa yang paling muda itu kita terakhirkan? Karena bagi mereka lebih sulit lagi melakukan social distancing untuk SD, apalagi PAUD," ujar Nadiem dalam paparannya secara virtual, Senin (15/5). Itu pun, jika ternyata daerah tersebut berubah statusnya menjadi zona kuning, oranye, atau merah, kegiatan belajar-mengajar tatap muka harus dihentikan. Setelah daerah itu menjadi hijau kembali, skema pembukaan sekolah tersebut diulang lagi dari awal. Sementara itu, untuk tingkat universitas, masih akan diberlakukan belajar daring, kecuali untuk kegiatan praktik yang berkaitan dengan syarat kelulusan mahasiswa. Misalnya, kegiatan di laboratorium, bengkel, studio, hingga praktikum.
"Alasannya adalah universitas punya potensi mengadopsi belajar jarak jauh lebih mudah daripada pendidikan menengah dan dasar. Semua perguruan tinggi masih online," lanjut dia. Sekolah berasrama seperti pondok pesantren juga belum akan dibuka meski berada di zona hijau. Alasannya, sekolah berasrama memiliki karakteristik berbeda dari sekolah umum dan lebih berisiko menjadi tempat penularan jika dibuka tergesa-gesa. "Karena risikonya lebih rentan. pembukaan asrama dilakukan bertahap saat new normal," jelas dia. Mendikbud Nadiem Makarim saat melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR RI. Selain jadwal pembukaan sekolah yang dimulai dari SMA/SMK/MA, Kemendikbud juga mengatur jumlah maksimal siswa di dalam suatu kelas. Untuk tingkat sekolah menengah dan sekolah dasar dibatasi hanya maksimal 18 peserta didik per kelas, sedangkan untuk SLB dan PAUD maksimal 5 orang per kelas. Jarak antar-siswa di tingkat SD-SMP-SMA diatur minimal 1,5 meter. Sementara untuk tingkat PAUD, para siswa harus berjarak minimal 3 meter saat berada di dalam kelas.
"Jadi secara otomatis sekolah yang melalui masa transisi ini harus melakukan proses shifting, harus shifting. Dan kami memberikan kebebasan bagi pendidikan untuk seperti apa shiftingnya, per harian, mingguan, atau angkatan," jelas Nadiem. Meski sekolah sudah dibuka kembali, namun kegiatan yang diperbolehkan hanya belajar-mengajar di dalam kelas saja. Sedangkan untuk aktivitas lain seperti ekstrakurikuler, olahraga, dan kantin belum boleh dibuka.
“Jadi seperti kantin itu tidak boleh (buka). Juga kegiatan olahraga dan ekskul juga belum boleh. dan aktivitas lain seperti KBM (kelompok belajar-mengajar) belum boleh saat masa transisi. Jadi apa pun aktivitas yang perkumpulan sifatnya itu belum boleh di masa transisi ini,” tegas Nadiem. Selain itu, para siswa juga tidak serta merta diwajibkan datang ke sekolah meski sudah dibuka. Bagi orang tua yang merasa kondisi di sekitar belum aman, mereka boleh meminta anak-anaknya untuk tetap belajar di rumah secara daring .
Di masa COVID-19 ini Kemendikbud mengambil sikap bahwa keselamatan dan kesehatan adalah yang utama," ungkap Nadiem. Sementara itu, menurut Menkes Terawan Agus Putranto, jika ada siswa atau guru yang positif COVID-19, pihaknya akan segera melakukan tracing. Tracing tersebut bisa dilakukan di lingkungan siswa atau guru, maupun di lingkungan sekolah. .
"Kalau ada kasus positif di sekolah, maka otomatis puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota akan koordinasi sekolah itu untuk menjaga agar tidak ada penyebaran lebih lanjut dan aktivitas sekolah akan dihentikan dulu sementara," kata Terawan dalam kesempatan yang sama. Terawan mengatakan pihaknya akan terus mendukung Kemendikbud untuk mendampingi sekolah-sekolah menerapkan protokol kesehatan agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
"Kami di dalam dukungan terhadap protokol kesehatan jelas melalui fasilitas pelayanan di sekitar sekolah yang kami surati, imbau, perintahkan untuk bisa lakukan pendampingan sekolah-sekolah yang buka, lakukan promotif dan preventif sehingga kegiatan belajar mengajar di sekolah itu bisa lancar, sehat, selamat. Itu yang bisa kami lakukan," tuturnya. Menurut Kepala Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Letjen TNI Doni Monardo, langkah promotif dan preventif tersebut sangat penting. Sebab, pihaknya tidak mungkin melakukan rapid test massal kepada seluruh siswa saat sekolah kembali dibuka. .
"Kalau untuk sampel beberapa siswa itu sangat mungkin kami bersama Pak Menteri Kesehatan tentu dengan senang hati menyiapkan sejumlah perlengkapan rapid test termasuk juga mungkin sewaktu-waktu dilakukan PCR test," ucap Doni. Alasan ketersediaan alat hingga mahalnya biaya test, menurut Doni, jadi alasan besar test COVID-19 hanya dapat dilakukan dengan mengambil sampel. Menurut Kepala BNPB itu, pengambilan sampel bisa dilakukan di tempat atau institusi dan daerah tertentu. .
"Karena biayanya akan sangat mahal karena jumlah yang harus dicek jumlahnya semakin banyak dengan tentunya biaya yang sangat besar. Jadi sekali lagi kita bantu tetapi tidak mungkin semuanya dan ini pilihan-pilihannya adalah pilihan kepada tempat atau daerah tertentu," tutupnya.
Sumber Berita : https: //kumparan.com/kumparannews/persiapan-pembelajaran-era-new-normal-1tcVKcbeIB8
Sumber Berita : kumparan.com